SOLO,- Lomba Budaya Mutu dan Lomba Penulisan Buku Bacaan Anak SD Tahun 2018 se-Indonesia di gelar sejak 23 sampai 26 Oktober 2018 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bertempat di Hotel Lor In, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah diikuti 545 Sekolah Dasar perwakilan dari 34 provinsi.
Acara kemudian ditutup pada Kamis Malam (25/10/2018) dengan menampilkan seorang dalang bocah, Gibran Maheswara yang sudah sangat populer di era Kekinian yang dikemas dalam sinopsis ‘Tetuka Sang Gatutkaca’ Kolaborasi Wayang Kulit dan Wayang Orang Minimalis.
Penonton berdecak kagum melihat Alunan Gamelan Bertempo cepat mengiringi gerakan wayang kulit yang digerakkan dalang diperkuat Agung Sudarwanto, S.Sn., M.Sn., Rohmadin, S.Sn., Sri Suwanti, S.Pd., Danardono Sri Pamungkas, S.Sn dan didukung 42 para siswa Sekolah Pendidikan Karakter Berbasis TIK dan Budaya SD Muhammadiyah 1 Ketelan yang sering langganan tampil Nasional maupun Internasional.
"Sebelum pagelaran wayang kulit minimalis berbahasa Indonesia dimulai, untuk memecah suasana keheningan SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta menampilkan Monggang, Lancaran Pendidikan Karakter, Lancaran Suwe Ora Jamu, Lancaran Kutha Solo, Lagu Bendera (Coklat) oleh Nabila Alya versi Gamelan," kata Agung Sudarwanto.
Disajikan selama 15 menit. Meskipun durasinya cukup padat tetapi digarap dengan apik sedemikian rupa tanpa meninggalkan nilai esensial dari suatu pakeliran wayang kulit purwa.
Proses pendewasaan dalam pembentukan karakter seseorang ditentukan lingkungan pendidikan dalam hal ini sekolah, keluarga, dan lingkungan sekitar. Hal itu sebagaimana yang dialami Jabang Tetuka dalam proses pendewasaannya yang telah ditempaatau di didik oleh para dewa di Kahyangan dan Do’a/restu seorang ibu (Arimbi) dan para tetua. Untuk pembentukan karakter Jabang Tetuka diuji menyelesaikan permasalahan di Kahyangan. Ia dipercaya oleh Dewa sebagai Jagoning Dewa untuk menhentikan keinginan Prabu Pracona menjadi Raja di Kahyangan. Berkat restu ibu dan pendidikan dari para dewa, ia berhasil menciptakan ketentraman di Kahyangan Suralaya ditandai dengan kematian Prabu Pracona.
"Oleh karena itu saya berharap 3 T yang terdapat dalam suatu pertunjukkan Wayang Kulit tetap dipegang teguh, yaitu Tatanan, Tuntunan dan Tontonan. Tatanan, bahwa Pertunjukkan Wayang Kulit ada aturannya. Tuntunan, melalui “lakon” yang disajikan diharapkan mampu bermanfaat bagi hidup dan kehidupan di muka bumi. Tontonan, sebagaimana pertunjukkan yang lain diharapkan mampu sebagai “hiburan” tetapi hiburan yang memberikan pencerahan kemaslahatan dan hajat hidup umat manusia yang beradab dan berkemajuan," harap Ki Agung Praktisi Seni dan Anggota PEPADI.
Dr. Khamim, M.Pd. Direktur Pembinaan Sekolah Dasar mengatakan bahwa lomba ini dapat dipetik hasilnya bahwa semangat dan daya juang dalam pembelajaran kreatif dan inovatif semakin menampakkan hasilnya. Semoga para juara khususnya dan para finalis mampu memberikan contoh atas prestasi yang dicapai.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, Jatmiko bahwa sekolah ingin menginisiasi bahwa kita hidup di era derasnya informasi dan data serta mempersiapkan generasi di era 4.0 untuk terampil berbahasa dengan baik dan benar.
"di antara bunyi ikrar sumpah pemuda Berbangsa satu, bangsa Indonesia. Berbahasa satu, bahasa Indonesia, maka membumikan budaya melalui bahasa merupakan kebutuhan primer para peserta didik baik jawa maupun masyarakat Nusantara dalam menjawab tantangan masa depan dan pergumulan internasional," katanya.
Humas Jatmiko.
Senin, 29 Oktober 2018
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar